Emas adalah perisai, tidak lebih.
Kita acap terjebak dalam angan-angan tentang kekayaan. Emas, benda berkilau yang sejak zaman dahulu kala menjadi simbol kemakmuran, kerap kali dipandang sebagai jalan menuju keamanan finansial. Namun, benarkah emas adalah investasi yang menjanjikan keuntungan besar? Ataukah kita hanya terbuai oleh kilauannya, lupa bahwa di balik semua itu ada kebenaran yang lebih sederhana namun mendalam?
"Udah bener kemarin THR anak-anak tak belikan emas," kata istri saya. "Sekarang emas tembus 1,9 juta. Mau beli emas lagi besok," lanjutnya. Investasi bodong manusia dalam sejarah pertama kali boleh jadi adalah THR lebaran yang jatuh di tangan emaknya.
Ada dua kesalahan berpikir tentang emas yang sering kita pikir: menganggapnya sebagai instrumen investasi dan menyamakan nilai emas batangan dengan emas perhiasan. Padahal, emas sebenarnya lebih tepat disebut sebagai hedge fund—dana lindung nilai—bukan investasi. Emas tidak menghasilkan keuntungan sebagaimana investasi yang kita tanam lalu bertumbuh seiring waktu. Ia hanya diam di sana, berkilau, namun tidak bertambah jumlahnya. Harga emas memang cenderung naik secara nominal dari tahun ke tahun atau bulan ke bulan bahkan hari ke hari, tetapi secara riil, nilainya tetap stabil, bahkan dalam ratusan tahun. Emas lebih cocok sebagai pelindung nilai dari inflasi, bukan alat untuk meraup keuntungan besar.
Emas adalah semacam seorang sahabat setia yang tidak banyak bicara. Ia tidak menjanjikan petualangan besar dalam hidupmu, tetapi ia ada di sisi kita saat badai datang, melindungi kita dari hempasan angin kencang bernama inflasi. Dalam lima tahun terakhir, inflasi di Indonesia rata-rata mencapai 5,4%, sementara kenaikan harga emas berada di angka 8,51% per tahun. Ini cukup untuk mengimbangi inflasi, menjaga nilai uang kita agar tidak tergerus oleh waktu. Namun, jika kita mengharapkan emas menjadi pohon ajaib yang menghasilkan buah emas lebih banyak hanya dengan menunggu, kita telah salah memahami hakikatnya.
"The greatest wealth is to live content with little."
Plato, pernah berkata, “Kekayaan terbesar adalah hidup dengan sedikit keinginan.” Emas, dalam konteks ini, mengajarkan kita untuk tidak terlalu tamak. Ia bukan alat untuk menumpuk harta, melainkan cermin yang mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga apa yang sudah kita miliki. Ketika kita membeli emas, kita sebenarnya sedang membeli sebuah bentuk ketenangan—sebuah jaminan bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi, kita memiliki sesuatu yang tetap bernilai. Namun, ketenangan itu datang dengan harga: emas perhiasan, misalnya, memiliki risiko kerugian lebih besar dibandingkan emas batangan karena biaya pembuatan yang dibebankan kepada pembeli dan potongan harga saat dijual kembali.
Sayateringat kisah-kisah lama tentang manusia yang mengejar harta, lupa bahwa harta sejati bukanlah yang berkilau di tangan, melainkan yang bersemayam di hati. Emas, dalam segala kemilaunya, adalah simbol dari keseimbangan. Ia mengajarkan kita untuk tidak terlalu terburu-buru mengejar keuntungan, tetapi juga tidak terlalu lengah hingga kita kehilangan apa yang telah kita miliki. Seperti sungai yang mengalir tenang, emas mengingatkan kita bahwa nilai sejati bukanlah tentang seberapa banyak yang kita dapatkan, melainkan seberapa baik kita menjaga apa yang sudah ada.
Kita sering kali sibuk mengejar keuntungan, berlomba-lomba mencari investasi yang menjanjikan imbal hasil besar, hingga lupa bahwa ada cara lain untuk melindungi apa yang kita miliki. Emas, dengan sifatnya yang stabil, mengajarkan kita untuk melambat sejenak, merenung, dan memahami bahwa terkadang yang kita butuhkan bukanlah lebih banyak, tetapi kata: cukup.
Jadi, untukmu yang tengah memikirkan cara melindungi harta, ingatlah bahwa emas bukanlah jalan menuju kekayaan melimpah, melainkan sebuah perisai dari badai inflasi. Ia adalah sahabat yang setia, namun tidak akan pernah berjanji lebih dari yang ia mampu. Pilihlah dengan bijak, dan jangan biarkan kilauannya membutakanmu dari kebenaran yang sederhana:
Kekayaan sejati adalah ketika kita mampu menyukuri apa yang ada, bukan mengejar apa yang tidak kita miliki.