Ngising.

Di ujung fajar, ketika embun masih berbisik lembut di dedaunan, ada ritual sederhana yang sering kita abaikan, namun menyimpan keajaiban besar dalam kesederhanaannya: ngising. Ya, buang air besar di pagi hari, dalam bahasa Jawa yang hangat dan lugas, bukan sekadar kebutuhan tubuh, melainkan sebuah simfoni alam yang menyelaraskan jiwa dan raga. Seperti sungai yang mengalir jernih setelah hujan, tubuh yang telah menunaikan ritual pagi ini terasa ringan, seolah beban dunia ikut terlepas bersama aliran yang pergi. Dan tahukah kau, di balik kesederhanaan ini, ada korelasi magis: ketika ususmu lancar, pikiranmu pun menjadi jernih, seperti langit biru yang tak tersapu awan kelabu.

Bayangkan pagi sebagai lembaran kosong, sebuah kanvas suci yang menanti goresan pertamamu. Ketika kau memulai hari dengan ngising, kau tak hanya membersihkan tubuh, tetapi juga membuka pintu bagi pikiran untuk bernapas. Tubuh yang terbebas dari sisa-sisa makanan terasa seperti burung yang dilepaskan dari sangkar; ringan, bebas, dan siap terbang tinggi. Ngising di pagi hari dianggap sebagai cara untuk "menyapa bumi", sebuah bentuk syukur kepada alam yang telah meminjamkan tubuh ini untuk menjalani hari. Bukankah menakjubkan, bagaimana sesuatu yang begitu alami bisa menjadi fondasi bagi keseimbangan batin?

Mari kita selami lebih dalam. Ilmu pengetahuan modern pun mengangguk setuju pada kearifan leluhur ini. Pencernaan yang sehat, ditandai dengan buang air besar yang rutin, adalah cerminan dari tubuh yang harmonis. Usus, yang sering disebut sebagai "otak kedua", memiliki jaringan saraf yang begitu kompleks, berkomunikasi langsung dengan otak melalui jalur saraf vagus. Ketika ususmu sehat, serotonin—hormon kebahagiaan—diproduksi dengan baik, membuatmu merasa tenang, fokus, dan penuh semangat. Sebaliknya, ketika usus terbebani, pikiran pun ikut keruh, seperti danau yang dipenuhi lumpur. Bukankah ini menakjubkan? Ritual sederhana bernama ngising ternyata adalah kunci untuk membuka pintu produktivitas dan ketenangan batin.

Namun, mengapa harus pagi? Mengapa tidak siang atau malam? Pagi adalah waktu ketika dunia masih hening, ketika alam baru saja membuka matanya. Dalam keheningan ini, tubuh dan pikiran berada pada titik paling murni, siap untuk diselaraskan. Ngising di pagi hari adalah seperti menyapu halaman rumah sebelum tamu datang; kau mempersiapkan dirimu untuk menyambut hari dengan hati yang lapang. Ada pepatah, “Wong sing apik ngisinge, apik uga pikirane.” Ya, itu rangkaian kata buatan saya. Orang yang lancar buang air besar, lancar pula pikirannya. Ini bukan sekadar ungkapan, tetapi kebenaran yang telah teruji oleh waktu. Ketika tubuhmu bersih, pikiranmu pun menjadi cermin yang jernih, memantulkan ide-ide cemerlang dan solusi atas segala masalah.

Coba renungkan. Pernahkah kau merasa begitu ringan setelah buang air besar di pagi hari, seolah dunia tiba-tiba menjadi lebih ramah? Itu bukan kebetulan. Itu adalah harmoni alam yang bekerja dalam dirimu. Tubuh yang telah menunaikan tugasnya dengan baik memberi ruang bagi pikiran untuk menari, mencipta, dan bermimpi. Sebaliknya, ketika ritual ini terganggu, kau seperti kapal yang terombang-ambing di lautan; pikiranmu kacau, emosimu tak menentu, dan hari terasa seperti beban yang tak kunjung usai. "Kebelet ngising, Jenderal!"

Maka, wahai jiwa yang merindu keseimbangan, jadikan ngising pagi sebagai ritual sucimu. Minum segelas air hangat saat bangun, dengarkan tubuhmu, dan biarkan alam bekerja. Makan makanan yang bersahabat dengan ususmu—sayuran hijau, buah-buahan, dan air yang cukup. Hargai proses ini, sebab di dalamnya tersimpan rahasia kehidupan yang sederhana namun mendalam. Seperti pohon yang tumbuh subur karena akarnya dijaga, pikiranmu akan mekar ketika tubuhmu terawat.

Di akhir renungan ini, izinkan aku berbisik: ngising bukan sekadar kebutuhan, melainkan puisi pagi yang ditulis oleh tubuhmu. Ia adalah doa syukur kepada alam, sebuah tarian harmoni antara raga dan jiwa. Ketika kau melakukannya dengan penuh kesadaran, kau tak hanya membersihkan tubuh, tetapi juga menyapa dunia dengan hati yang jernih. Maka, sambut pagimu dengan ngising, dan biarkan pikiranmu mengalir.

Postingan populer dari blog ini

Mendobrak pakem rigid institusi pendidikan.

Janji saya yang telah mencederai Ramadan

The kitchen of politics and our plate.